Yang Perlu Dipertimbangkan Selama Karantina Berlangsung

Karantina merupakan salah satu cara yang sering digunakan ketika merebaknya wabah penyakit. Di saat pandemi korona ini, karantina juga diterapkan dalam berbagai bentuk di berbagai negara. Pada dasarnya melakukan pembatasan ruang gerak bagi masyarakat agar tidak tertular penyakit berbahaya.

Meskipun demikian, berdasarkan ulasan dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh Brooks dkk (2020) menyatakan bahwa karantina pun memiliki dampak bagi psikologis. Dampaknya pun cepat atau lambat pasti dirasakan oleh mereka yang melakukan karantina.

Alih-alih untuk terhindar dari penyakit menular, tetapi justru mendapatkan dampak psikologis seperti: kejenuhan, gejala stres, gangguan emosi, mudah gelisah, dan bahkan bisa terkena insomnia.

Namun, perlu diingat tujuan dari karantina sangat mulia, yakni untuk terhindar dari penyakit menular. Oleh karena itu untuk mendapatkan keseimbangan dari karantina dan kesehatan mental, maka Brooks dkk (2020) memberikan beberapa rekomendasi untuk menciptakan karantina yang baik.

Pertimbangkan Durasi Karantina

Semakin lama waktu karantina akan berdampak pada keadaan psikologis. Stressor (penyebab stres) dapat ditemui dari efek karantina yang berkepanjangan. Bagi mereka yang berada pada masa karantina yang terlalu lama akan menimbulkan frustasi dan menurunnya kondisi moral mereka.

Walaupun begitu tidak semena-mena untuk memperpendek durasi karantina, karena pada dasarnya karantina memiliki tujuan yang baik. Pengambil keputusan harus menyadari dampak dari kepanjangan karantina yang tak perlu. Pemerintah alangkah baiknya untuk mempertimbangkan jangka waktu ideal antara keselamatan (terhindar dari penyakit menular) dan memperdulikan keadaan psikologis warganya.

Transparansi Informasi

Sumber informasi yang dapat dipercaya sangatlah penting. Memberikan tujuan dilakukannya karantina menjadi peran penting. Masyarakat harus menerima informasi sejelas dan terpercaya mungkin. Informasi yang simpang siur membuat keadaan psikologis semakin resah.

Dengan informasi yang jelas dan terpercaya, membuat ketenangan dalam menjalankan karantina. Informasi penting untuk masyarakat sangat diperlukan, seperti halnya prosedur apa saja yang harus ditaati selama karantina. Sehingga masyarakat tidak mengalami kekalutan.

Selain itu perlu dihindari informasi yang membuat khawatir berlebihan, perlu juga memberikan informasi yang mengandung semangat dan harapan bahwa pemerintah telah mengambil langkah yang mampu mengatasi pandemi. Tetapi pastikan informasi yang diberikan sepenuhnya jujur dan apa adanya, sehingga tidak perlu memberikan informasi yang hanya membawa angin segar semata. Terakhir, hindari untuk memberi informasi bohong, baik dari pemerintah ataupun masyarakat sendiri.

Memastikan Kebutuhan Dasar Terpenuhi

Pemerintah perlu memastikan bahwa kebutuhan dari seluruh warganya terpenuh selama karantina. Kebutuhan dasar sangat mempengaruhi keberhasilan dari karantina ini. Oleh karena itu koordinasi untuk melakukan penyediaan pasokan kebutuhan dasar dipastikan sebelum ditetapkannya karantina.

Mengurangi Kebosanan dan Tingkatkan Komunikasi

Kebosanan selama karantina tidak akan terhindarkan. Perlu disiapkan bagaimana masyarakat melakukan manajemen stres selama karantina berlangsung. Salah satu yang paling mudah dilakukan untuk mengurangi kebosanan adalah meningkatkan komunikasi.

Di zaman saat ini sudah sangat diuntungkan oleh kemajuan teknologi. Komunikasi pun bisa dilakukan melalui berbagai perangkat canggih. Dengan adanya teknologi tersebut, masyarakat akan merasa masih terhubung dengan dunia luar. Tugas pemerintah adalah menjaga infrastruktur dari komunikasi tersebut agar berjalan dengan baik.

Pemerintah juga bisa melakukan kerja sama dengan berbagai pihak dalam menyediakan konseling jarak jauh, salah satunya dapat bekerja sama dengan psikolog. Konseling jarak jauh membantu kepada para individu yang sudah membutuhkan pertolongan dari para profesional dalam mengatasi berbagai keluhan psikologis.

Beri Perhatian Khusus pada Tenaga Kesehatan

Selama karantina, kelompok yang memiliki beban cukup berat adalah tenaga kesehatan. Pekerjaannya menuntut mereka untuk bekerja maksimal, dan penuh risiko. Tenaga kesehatan memiliki risiko tinggi untuk tertular penyakit menular, karena mereka langsung berhadapan dengan pasien.

Pada waktu karantina juga tenaga kesehatan sering kali memiliki waktu kerja yang jauh lebih panjang, dan tugas yang lebih padat. Oleh karena itu faktor kelelahan seringkali menghantui mereka, padahal selama karantina berlangsung banyak yang berharap pada kinerja tenaga kesehatan.

Maka dari itu perlu untuk seluruh elemen memberikan perhatian khusus pada mereka, supaya mereka mampu bekerja dengan maksimal. Pemerintah dan masyarakat diharapkan saling bahu membahu memberikan dukungan, baik secara moral (hiburan) atau fisik (makan, minum, perlengkapan kerja, dll).

Kesukarelaan Masyarakat

Karantina merupakan kegiatan yang tidak mudah. Keberhasilan dari karantina adalah seberapa patuh masyarakat dalam mengikuti anjuran untuk karantina. Tujuan karantina untuk kebaikan masyarakat sendiri, tetapi juga masyarakat tidak patuh dan cenderung melanggar. Maka keberhasilan karantina pun tidak akan dicapai.

Kesukarelaan masyarakat untuk mengikuti karantina sangat diperlukan. Dengan begitu pemerintah dan petugas kesehatan akan bekerja jauh lebih maksimal, karena penyebaran dari penyakit menular akan berkurang dengan adanya kepatuhan untuk karantina.

Referensi:

Brooks, S. K., Webster, R. K., Smith, L. E., Woodland, L., Wessely, S., Greenberg, N., & Rubin, G. J. (2020). The psychological impact of quarantine and how to reduce it: rapid review of the evidence.

Karantina yang Baik adalah Karantina yang Mempedulikan Keadaan Psikologis

Dunia berubah sekejap. Virus korona hadir di tengah kehidupan kita saat ini. Virus baru yang banyak memakan korban jiwa sudah ditetapkan sebagai pandemi oleh WHO. Pasien yang meninggal karena korona pun jumlahnya sangat banyak.

Sekarang pemerintah dari berbagai dunia telah berusaha untuk mengatasi pandemi korona. Karena bukan saja memakan korban jiwa, tetapi virus korona benar-benar menghantam berbagai sisi kehidupan.

Salah satu langkah yang diambil pemerintah berbagai dunia dalam mengatasi penyebaran pandemi ini adalah dengan menerapkan karantina. Kebijakan terkait karantina pun berbeda-beda tiap negara, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kesanggupan dari negara tersebut.

Akhir-akhir ini mungkin kita juga sering mendengar tentang lockdown, iya, kebijakan tersebut sejalan dengan prinsip karantina. Di Indonesia sempat disebut juga dengan istilah karantina wilayah, meskipun lambat laun menjadi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Prinsipnya tentu sama, yakni melakukan karantina terhadap warganya agar tidak tertular virus korona. Jika ditarik mundur, kebijakan ini dikenal dengan himbauan seperti: jaga jarak sosial (social distancing), dan jaga jarak fisik (physical distancing).

Durasi dalam karantina yang diterapkan dalam mencegahnya penularan virus korona pun berbeda-beda. Lamanya durasi tentu akan disesuaikan dengan kebutuhan. Namun, yang perlu disadari adalah dampak karantina terhadap psikologis.

Melalui kajian dari berbagai penelitian psikologi yang diulas oleh Brooks dkk (2020) menjelaskan bahwa karantina mampu mempengaruhi keadaan psikologis seseorang . Lalu apa saja yang terjadi selama karantina berlangsung?

Mudah Gelisah

Perasaan yang berlarut-larut di tengah keadaan pandemi atau wabah membuat seseorang menjadi lebih mudah cemas.  Ketakutan untuk terkena virus atau terinfeksi suatu penyakit menjadi ancaman yang bisa terjadi kapan pun. Perasaan di tengah krisis memang membuat seseorang menjadi lebih khawatir akan keselamatannya. Hal tersebut lah yang membuat seseorang dalam karantina menjadi lebih mudah gelisah.

Apa lagi jika ditambah ketidakpastian mengenai krisis yang terjadi, dan bisa lebih buruk jika informasi yang tersebar sangat minim serta sulit diakses.

Gejala Stres

Kegiatan selama karantina cenderung monoton, sehingga mampu membuat seseorang merasa kejenuhan. Di dalam kejenuhan tersebut seseorang akan lebih rentan terkena stres. Ditambah dengan keadaan yang harus dipatuhi selama karantina, yaitu yang paling sangat terasa adalah terbatasnya interaksi sosial. Oleh karena itu seseorang yang mengalami karantina cenderung merasa tidak nyaman, hal tersebut juga akan semakin parah jika karakter individu yang membutuhkan ruang gerak lebih luas serta kegiatan yang beraneka ragam untuk menghibur diri.

Gangguan Emosi

Seseorang yang berada pada situasi karantina di tengah krisis akan merasa tidak nyaman. Kesulitan beradaptasi dalam lingkungan baru menjadi salah satu penyebabnya. Apalagi jika sudah ditambah dengan keadaan gelisah, dan stres. Tentu saja langkah selanjutnya akan mengalami gangguan emosi, seperti mudah marah, ataupun cepat sedih.

Tidak Bersemangat

Menghadapi keadaan krisis yang berlarut membuat seseorang menjadi tidak bergairah. Jika krisis yang dihadapi tanpa ada kepastian kapan segera berakhir, maka harapan seseorang menjadi turun. Dan hal tersebut sangat berkaitan dengan semangat seseorang, yang akan berpengaruh dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Insomnia

Sulit tidur akan terjadi pada seseorang yang dalam keadaan terpuruk. Di tengah karantina rasa ketakutan, kebosanan, dan harapan tentang masa depan menjadi pemikiran yang akan terus tercetuskan. Banyaknya aktivitas otak dalam sekali waktu membuat seseorang menjadi sulit tidur.

*

Brooks dkk (2020) telah melakukan ulasan dari berbagai riset terkait karantina. Dampak psikologis yang dihasilkan dari karantina sudah dijelaskan sebelumnya. Lalu dalam kajian yang dilakukan oleh Brooks dkk juga menjelaskan mengapa karantina mampu memicu dampak psikologis tersebut.

Meskipun kita tahu bahwa karantina memiliki tujuan yang baik, tetapi perlu disadari bahwa karantina ternyata juga memberikan dampak bagi keadaan psikologis. Berikut adalah faktor yang memperburuk keadaan karantina bagi psikologis.

Ketakutan Terinfeksi/Tertular

Kecemasan atau ketakutan terjadi pada seseorang yang menjalankan karantina, yakni tertular penyakit menular. Hal ini membuat seseorang tersebut menjadi was-was dan penuh kekhawatiran. Interaksi dengan orang lain juga diliputi oleh ketakutan, karena adanya potensinya untuk terkena virus. Rasa ketakutan berlebih tersebut akan memicu kecemasan dan menghasilkan ketidaknyamanan dalam beraktivitas. Bahkan rasa takut tersebut akan muncul meskipun karantina telah berakhir (walaupun otoritas telah menyatakan keadaan sudah aman).

Kebosanan yang Berlarut

Kehilangan rutinitas dan bekurangnya kontak sosial akan menimbulkan kebosanan yang berlarut. Keadaan tersebut juga akan memicu frustasi dan rasa terisolasi dari dunia luar, sehingga menyusahkan bagi seseorang yang menjalankan karantina. Rasa kebosanan ini juga akan diperbburuk dengan dibatasi seseorang untuk beraktivitas di luar, dan akan jauh lebih buruk jika sarana komunikasi seperti telepon dan internet tidak dapat diakses.

Keterbatasannya Kebutuhan Dasar

Keterbatasan kebutuhan hidup menjadi faktor utama dalam keyakinan seseorang dalam menjalankan karantina. Sebab karena itu persediaan dasar untuk hidup menjadi sangat penting selama karantina. Dengan adanya keterbatasan kebutuhan dasar mampu menimbulkan rasa frustasi, putus asa, dan kemarahan.

Selain kebutuhan hidup, perlu juga adanya kesediaan perlengkapan medis, vitamin dan obat-obatan. Di tengah masa karantina tersebut sangat penting untuk tetap menjaga kesehatan agar terus prima. Poin ini harus diperhatikan sebelum ditetapkannya karantina.

Adanya Ketidakpastian Informasi

Pentingnya kejelasan informasi sangat dibutuhkan. Minim informasi dapat membuat kebingungan bagi seseorang yang akan menjalankan karantina. Sesederhana tujuan karantina menjadi informasi yang sangat krusial. Seseorang yang tahu tujuan utama dari karantina akan cenderung mampu bertahan selama karantina.

Selanjutnya informasi yang buruk dari otoritas kesehatan juga mampu membuat stres, dan tidak nyaman. Kejelasan mengenai pedoman selama karantina menjadi informasi kunci. Informasi yang diberikan pun harus transparan sehingga mampu meningkatkan rasa percaya pada otoritas. Informasi yang simpang siur, dan ditambah banyaknya hoaks akan memperburuk keadaan psikologis selama karantina.

Lamanya Durasi Karantina

Berdasarkan hasil riset, karantina yang berlangsung selama 10 hari sudah memunculkan dampak psikologis. Oleh karena itu waktu durasi yang terlalu panjang mampu membuat keadaan psikologis seseorang menjadi semakin buruk. Walaupun begitu bukan berarti kita meniadakan karantina, dan membiarkan seseorang beraktivitas dengan potensi tertular penyakit. Tujuan awal dari karantina tetap harus diperhatikan, yaitu menjaga seseorang agar terhindar dari penyakit menular.

Selanjutnya perlu disadari untuk bagaimana seseorang mampu mengatasi ketidaknyamanan selama karantina, dengan begitu tujuan karantina tercapai dan keadaan psikologis menjadi lebih baik. Dalam keadaan di tengah krisis seperti karantina, seseorang akan dihadapi dengan dilema sosial. Kita perlu mengambil tindakan bijak untuk keselamatan bersama,  dan mampu mengatasi kesulitan yang dihadapi (salah satunya adalah sulitnya bertahan dalam karantina).

Referensi:

Brooks, S. K., Webster, R. K., Smith, L. E., Woodland, L., Wessely, S., Greenberg, N., & Rubin, G. J. (2020). The psychological impact of quarantine and how to reduce it: rapid review of the evidence.

Ivan Petrovich Pavlov: Stimuli-Respon yang Melegenda

Seorang lelaki berjenggot, berkumis tebal, dengan tatapan tajam serta kedua alis yang mencoba merapat membuat kesan dingin begitu terasa. Kesan lainnya mungkin akan berlanjut dengan impresi seolah tidak ramah, sosok serius yang membosankan, dan bisa jadi dianggap figur yang galak.

Kesan tersebut yang bisa saja kita dapatkan dari foto yang terpajang di atas. Perkenalkan dia adalah Ivan Pavlov, dengan nama lengkap Ivan Petrovich Pavlov. Tokoh psikologi dari kebangsaan Rusia atau saat ia hidup masih berupa Uni Soviet.

Pavlov memiliki pengaruh sangat besar dalam sumbangsihnya terhadap psikologi, bahkan pada awal tahun 2000 ia sempat disebut sebagai salah satu tokoh yang paling sering disebut dalam sitasi jurnal akademik.

Pendekatan psikologi behavior menjadi salah satu yang membuat namanya menjadi terkenal di dunia keilmuan yang mempelajari perilaku ini. Kehadirannya memberikan warna berarti dalam perkembangan psikologi, tentu dengan diwarnai perdebatan dan pertentangan.

Namun, begitulah perkembangan psikologi selalu muncul dengan mengkritisi satu sama lain. Menentang teori yang sedang kokoh, dan mengganti pandangan baru yang lebih segar. Perdebatan dan pembaruan di psikologi menjadi lebih seru, juga menarik.

Biografi Singkat

Jika kita melihat foto-foto Ivan Pavlov, tentu kesan dingin sangat terasa, tapi perlu diingat foto pada zaman itu memang ketika berpose saat foto tidak memberikan senyum (sangat berbeda dengan sekarang). Sehingga foto yang kita lihat dari Ivan Pavlov akan terkesan tidak ramah, apalagi ditambah dengan jenis foto hitam putih.

Bagaimana jika ternyata kesan yang didapat dari foto itu salah? Rasanya sangat memungkinkan, bila kita  melihat bagaimana Pavlov tumbuh di keluarga dengan 10 bersaudara. Ayah ibunya memiliki 11 anak, termasuk Pavlov, dan ia merupakan anak tertua dari keluarga tersebut.

Sebagai anak tertua, Pavlov mengambil peran cukup besar dalam tugas rumah tangga, mencuci piring, bersih-bersih dan menjaga adik-adiknya. Ia merupakan anak yang sangat diandalkan, dan bertanggungjawab.

Pavlov sangat senang beraktivitas di luar rumah, seperti yang diketahui Rusia merupakan negara dengan iklim yang cukup ekstrem dalam musim dingin. Oleh karena itu jika pada musim panas Pavlov akan banyak melakukan aktivitas di luar rumah seperti berenang, bersepeda atau bermain khas Rusia yakni gorodki.

Dengan begitu Pavlov dapat dilihat sebagai anak yang cukup peduli terhadap keluarga dan adik-adiknya, kemudian ia merupakan sosok yang senang beraktivitas di luar rumah, berdasarkan penjelasan tersebut Pavlov bukan tipe orang yang tertutup. Sangat mungkin jika Pavlov sebenarnya adalah orang yang hangat dan peduli, sangat berbeda jika kita hanya mendapatkan impresi dari fotonya (khususnya foto di atas).

Mengenai pendidikannya, sebagai anak yang dibesarkan di keluarga Kristen ortodok yang taat ia mengawali pendidikan seminari. Kemudian Pavlov tidak selesai pendidikan seminarinya dan melanjutkan kuliah di St. Petersburg. Ia mendaftar di jurusan fisika dan matematika dengan mengambil kekhususan dalam ilmu alam.

Karirnya dalam pendidikan cukup cemerlang, berbagai penghargaan pun ia dapatkan. Selanjutnya Pavlov tertarik dalam mempelajari reflek manusia, melalui hal tersebut lah ia makin dekat dengan psikologi.

Pavlovian Conditioning

Conditioning dari Pavlov sangat terkenal, dan kerap kali dibahas serta menjadi landasan dalam mengembangkan psikologi behavior. Teknik ini sangat erat dengan eksperimen yang dilakukan pada anjing.

Eksperimen terhadap refleks dan pembelajaran pada stimuli yang diberikan. Perilaku yang berbasis dari refleks merupakan bidang yang ditekuni oleh Pavlov. Melalui eksperimen tersebut maka berkembang teori mengenai stimulus-respon.

Eksperimen yang dilakukan Pavlov terkait dengan memberikan makanan terhadap anjing. Sebelumnya anjing akan diberikan manipulasi berupa bunyi lonceng, setelah bunyi lonceng akan diberikan makanan. Pada tahap ini anjing tersebut diberi sebuah pembelajaran dari stimulus yang diberikan.

Bahwa setiap proses pemberian makan akan dilalui dengan bunyi lonceng, dan setiap datang makanan, anjing tersebut akan mengeluarkan liur. Proses stimulis-respon (bunyi lonceng kemudian memberikan makan) menjadi pembelajaran pada anjing.

Selanjutnya anjing tersebut setiap mendengarkan lonceng akan otomatis mengeluarkan liur, padahal makanan belum diberikan, atau bahkan makanan tidak diberikan, tetapi tetap mengeluarkan liur. Hal tersebut terjadi karena ada proses pembelalaran yang menghasilkan refleks dari bunyi lonceng.

Pavlov juga menguji dengan bunyian lainnya seperti metronom, tetapi anjing tidak merespon dan tidak mengeluarkan liur. Lalu jika Pavlov kembali membunyikan lonceng lagi, anjing tersebut akan merespon dengan refleksnya untuk mengeluarkan liur.

Perkembangan selanjutnya menjadi landasan dalam memplejari refleks manunsia dengan menjadi dasar dalam berkembangnya psikologi behavior. Bahwa perilaku manusia dapat dibentuk dalam proses pembelajaran, kemudian refleks yang terjadi secara otomatis terbentuk dari pembelajaran berulang atas stimulus yang dialami.

Hal ini menjadi menarik karena dasar tersebut menyatakan bahwa setiap perilaku manusia dapat dibentuk dengan sebuah respon atau kejadian yang dialami. Pendekatan ini menjadi begitu disenangi karena memiliki sebab akibat yang jelas, jika dibandingkan dengan psikoanalisisnya Freudian.

Perdebatan antara aliran behavior dan Freudian terus terjadi, selanjutnya pun muncul aliran humanistik yang mana pertempuran dalam jejak pendapat menjadi makin sengit.

Begitulah kisah Pavlov, mungkin kita sering melihat ia sebagai sosok yang dingin dan minim senyum (semua itu kita dapat dari kesannya di foto). Tanpa dipungkiri bahwa kehadirannya merupakan sebuah terobosan dalam psikologi.

Terima kasih Pavlov, dengan segala kontribusimu kami percaya bahwa Pavlov merupakan sosok yang hangat,  karena kehadirannya telah menyalakan api psikologi.

Referensi

Pavlov, I. P. (1955). Selected works. Moscow: Foreign Languages Publishing House.

Sheehy, Noel; Chapman, Antony J.; Conroy, Wendy A., eds. (2002). Ivan Petrovich Pavlov. Biographical Dictionary of Psychology. Routledge.

Wilhelm Wundt: Bapak Psikologi yang Radikal, Berkatnya Psikologi Menjadi Displin Ilmu Mandiri

Pernah mendengar nama Wilhelm Maximilian Wundt? Seorang pembesar psikologi yang sangat berjasa untuk keilmuan jiwa dan perilaku ini.

Beliau menyandingkan banyak julukan. Dimulai dari Bapak Psikologi, Bapak Psikologi Modern, Pencetus Psikologi Eksperimental, Psikologi Kultural, Struktualisme, Filsuf dan sosok yang banyak mempengaruhi pembesar psikologi lainnya (sebut saja salah satunya adalah Sigmund Freud).

Mungkin yang paling terkenal, beliau dipanggil dengan sebutan Bapak Psikologi atau Bapak Psikologi Modern. Kala itu psikologi masih termasuk ke dalam rumpun ilmu filsafat dan biologi. Karena pembahasannya merupakan jiwa manusia sehingga perdebatannya banyak dalam konsep abstrak seperti filsafat.

Ketidakpuasan Wundt terhadap pembahasan jiwa yang terlalu abstrak dari sudut filsafat, dan terlalu direduksi dari sudut fisiologi (karena hanya melihat faktor fisik, dan mengabaikan proses mental). Kemudian ia mencetuskan psikologi sebagai rumpun ilmu yang independen. Akhirnya psikologi pun memisahkan dari displin ilmu filsafat dan biologi.

Dengan harapan agar psikologi dapat menjelaskan dengan cara yang lebih baik, lebih terstruktur dan empiris. Tidak hanya terbatas pada pembahasan jiwa yang abstrak saja, atau pengabaian proses mental.

Langkah radikal lainnya adalah menciptakan laboratorium eksperimental yang mengabdikan pada temuan psikologi dengan lebih terukur dan empiris. Kemudian dia juga mendirikan jurnal akademik psikologi pertama.

Sumbangsihnya terhadap psikologi sungguh besar, banyak langkah radikal yang ia lakukan. Semua itu dilakukan agar membuat psikologi menjadi semakin berkembang dan diakui oleh keilmuan lainnya. Sosoknya bagi psikologi tidak akan dilupakan.

Biografi Singkat

Wundt lahir di Mannheim, Jerman, pada tanggal 16 Agustus 1832. Ia merupakan anak keempat dari Maximillian Wundt dan Marie Frederike. Kakeknya merupakan seorang profesor geografi dan pastor di zamannya.

Lahir pada keluarga yang berkecukupan membuat Wundt mendapatkan pendidikan layak. Ia mengambil kuliah kedokteran kala itu, dan setelah lulus ia menjadi seorang fisiologis. Pada saat itu ia memiliki minat terhadap persepsi manusia, maka dari itu ia menjadi asisten profesor di bidang psikologi medis.

Kecemerlangannya membuahkan sebuah buku yang mempelajari fisiologis manusia, meskipun demikian ia memiliki ketertarikan pada subjek psikologi. Ia pun sempat mengajar mata kuliah psikologi di kampus.

Ketika Wundt diangkat menjadi profesor ia semakin banyak bersentuhan dengan psikologi dan terus mengembangkan teori psikologi. Pada saat itu ia memutuskan untuk membuat laboratorium psikologi eksperimental.

Meskipun ia dikenal dengan sebutan Bapak Psikologi Eksperimental, dalam memoarnya ia menyebutkan seharusnya Ernst Heinrich Weber yang lebih layak disebut sebagai Bapak Psikologi Eksperimental. Karena berkat Weber memberikan kontribusi untuk melakukan perhitungan secara kuantitatif perilaku manusia, dengan begitu akan lebih mudah untuk memahami perilaku manusia.

Setelah menjadikan Psikologi ilmu yang independen dari filsafat dan biologi, Wundt mendapatkan banyak murid yang sangat tertarik dengan bidang baru yang ditawarkan olehnya. Bersama murid-muridnya ia banyak melakukan temuan menarik, dan menjadi awal perkembangan psikologi ke depannya.

Saat itu psikologi berkembang begitu pesat, dengan dukungan murid Wundt yang begitu banyak. Semua itu berkat Wundt memutuskan Psikologi menjadi displin ilmu mandiri, oleh karena itu keputusan tersebut dapat dibilang sebagai keputusan radikal yang dilakukan oleh seorang Wundt, karena dengan begitu psikologi berkembang sangat luar biasa.

Kontribusi Wilhelm Wundt pada Psikologi

Selain mendirikan laboratorium psikologi, ia juga memiliki banyak kontribusi lainnya. Framework awal psikologi banyak ditemukan oleh Bapak Psikologi ini, pembahasannya menjadi menarik hingga berpuluh-puluh tahun kemudian, sehingga psikologi dapat berkembang seperti saat ini.

Teori Proses (Process Theory)

Dalam mempelajari mental, Wundt menjelaskan sebuah teori proses, bahwa perubahan mental seseorang berdasarkan proses yang dirasakan. Proses tersebut berhubungan dengan persepsi, kognisi, emosi dan motivasi. Menurut Wundt perubahan atau proses mental terjadi secara sadar, dan ini berhubungan kesadaran seseorang. Meskipun pada era berikutnya dibantah dengan pendapat Freud tentang teori alam bawah sadarnya.

Psikologi General (General Psychology)

Menurutnya psikologi merupakan keilmuan yang utuh. Tidak seperti dengan fisiologi yang hanya melihat secara fisik saja, tetapi perlu mempertimbangkan faktor mental yang dimiliki oleh manusia. Sehingga menurut Wundt, psikologi atau jiwa tidak boleh direduksi dengan hanya melihat perilaku seseorang, perlu diperhatikan interaksi antara mental dan tubuh.

Sangat tidak adil jika melihat psikologi hanya dari perilaku seseorang. Wundt sangat menjelaskan interaksi antara elemen mental, struktur mental, interaksi antar struktur mental, perkembangan mental dan prinsip sebab akibat mental. Sehingga proses mental yang dimiliki manusia perlu diperhatikan, dan jangan sampai direduksi.

Kultural Psikologi (Cultural Psychology)

Wundt juga menekankan pada faktor budaya yang dimiliki oleh setiap manusia. Menurut Wundt budaya sangat mempengaruhi seseorang dalam bertindak, dan sangat erat dengan keadaan mental seseorang juga.

Atas pemahaman ini, menunjukan bahwa Wundt tidak hanya melihat individu secara sempit tetapi terpengaruh atas keadaan sekitar secara makro. Perkembangan psikologi sosial, dan komunitas psikologi menjadi pembahasan berikutnya di masa mendaatang.

Neuropsikologi (Neuropsychology)

Latar belakang pendidikan Wundt sebagai seorang dokter dan fisiologis, maka mempengaruhi Wundt dalam memahami psikologi lebih jauh lagi. Ia sangat percaya pada fungsi neurologis manusia terhadap perilaku manusia. Perkembangan kognisi manusia dan psikologi kognitif menjadi cikal bakal dari sini.

Wundt juga menciptakan modeling neuropsikologis yang melibatkan interaksi antara sensoris, motoris, celebral cortex, emosi, kognitif dan motivasi. Model tersebut menjadi landasan dalam perkembangan neuropsikologis.

Demikian merupakan biografi singkat dan kontribusi dari Wilhelm Wundt untuk Psikologi. Jasanya sungguh besar, maka dari itu ia memang layak disandingkan sebagai Bapak Psikologi.

Referensi:

Saulo de F. Araujo: Wundt and the Philosophical Foundations of Psychology. A Reappraisal. 2016.

Abaraham Maslow: Humanis yang Lahir dari Kisah Getir Masa Kecilnya

Salah satu tokoh termasyur dalam sejarah psikologi, Abraham Maslow.

Siapapun yang belajar psikologi pasti pernah mendengar istilah aktualiasasi diri (self-actualization), bahkan non psikologi pun sering mendengar istilah tersebut. Aktualisasi diri adalah satu dari sekian banyak ajaran Maslow, tidak main-main ajaran Maslow pun memiliki pengaruh cukup besar dalam perkembangan psikologi.

Dibalik mahzab psikologi saat itu, kehadiran psikologi humanistik yang dituangkan dari ide-ide Maslow menjadi angin segar bagi dunia psikologi. Di tengah riuh dan gejolaknya aliran behaviorisme kala itu, Maslow hadir menawarkan sebuah pandangan positivistik dalam melihat manunsia.

Sebuah keyakinan akan hakiki dan nilai baik dari seseorang sangat tercermin dari segala ajaran Maslow, ia pun dikenal sebagai tokoh psikologi yang humanis. Gelar humanis untuk Maslow memang tidak main-main, semuanya tercermin dari kontribusinya terhadap teori psikologi.

Jika pernah mendengar istilah aktualisasi diri, pasti pernah mendengar Hierarki Kebutuhan Maslow. Sudut pandang ini melihat manusia lebih positif, dan pada dasarnya manusia memiliki beberapa kebutuhan yang mendasari ia untuk bertindak. Pada Hierarki Kebutuhan Maslow, terdapat piramida yang menunjukan sebuah tingkatan dari kebutuhan manusia.

Sebelum membahas bagaimana dan apa itu Hierarki Kebutuhan Maslow serta berbagai temuan teoritik dari Maslow, rasanya perlu kita untuk berkenalan lebih jauh bagaimana dan siapa Abaraham Maslow tersebut.

Biografi Singkat

Lahir dan tumbuh di Brooklin, New York pada 1908. Maslow merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara. Yang perlu diketahui dari kisah Maslow adalah orang tua Maslow merupakan imigran dari Kiev, yang saat itu merupakan bagian dari Uni Soviet. Pada saat itu muncul persekusi terhadap orang tua Maslow.

Tentu saja, kedua orang tua Maslow mencari penghidupan layak dan menghindari persekusi di negaranya terdahulu, maka dari itu mereka merantau ke Amerika. Di zamannya, Amerika terkenal dengan istilah the land of hope. Meskipun demikian, keluarga Maslow termasuk miskin, tetapi orang tuanya sangat menghargai pendidikan.

New York adalah tempat multi etnik berkumpul, dan berbagai kelas pekerja ada di sana. New York tentu tidak terlepas dari tindakan diskriminasi kala itu. Masa kecil Maslow dipenuhi dengan tindakan penuh rasisme, berhubung Maslow merupakan keturunan Yahudi maka ia banyak terkena perilaku anti semit.

Kegetiran yang dirasakan Maslow tidak hanya di luar rumah saja. Kala itu Maslow sering mendapatkan perilaku tidak menyenangkan di dalam rumah, seringkali ia merasakan ketidakhangatan di rumahnya, sehingga Maslow merasa tidak memiliki kedekatan dengan keluarganya, terutama sang ibu.

Banyaknya tindakan rasisme yang dirasakan oleh Maslow dan masyarakat, membuat Maslow dan anak muda lainnya melakukan sebuah aksi untuk melawan tindakan rasisme dan prasangka etnis dengan mewujudkan dunia yang adil akan pendidikan dan ekonomi.

Maslow menjadi anak yang cerdas, ia tumbuh dan dibesarkan oleh buku-buku yang dibaca di perpustakaan. Maslow benar-benar menjadi anak yang brilian, acapkali ia mendapatkan penghargaan akademik, semasa mudanya ia pun aktif di berbagai kegiatan akademik, bahkan sempat menjadi sebuah editor di sebuah majalah latin.

Maslow pun menlanjutkan studinya ke jenjang kuliah, ia mengambil jurusan psikologi. Masa-masa kuliah Maslow telah menunjukan positif mindset, oleh karena itu benih-benih psikologi positif sudah muncul dari bangku kuliahnya.

Paska perang dunia dua menjadi titik balik Maslow dalam mencetuskan suatu aliran baru dalam psikologi, yakni Psikologi Humanistik. Melihat betapa besar dampak psikologi dari perang dunia, membuat Maslow merasakan perlu suatu cara menyelesaikan fenomena traumatik tersebut.

Beberapa temuannya meurujuk pada penjelasan aktualisasi diri dan melihat manusia lebih humanis serta positif. Berdasarkan banyaknya kontribusi, ia sangat dihargai dalam dunia akademik psikologi. Maslow pun diangkat menjadi profesor di Universitas Brandeis pada tahun 1951.

Menariknya, Maslow menolak menjadi nominasi dalam pemilihan presiden di Asosiasi Psikologi Humanistik (Assocition for Humanistic Psychology). Maslow menyatakan bahwa Asosiasi tersebut harus mengembangkan gerakan intelektual tanpa adanya pemimpin dia sebagai pelopor psikologi humanistik. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebelumnya mengenai bahwa ia tidak ingin mengintervensi berkembangnya psikologi humanistik. Maslow telah membuat banyak kerangka berpikir, dan ia menyerahkan hal tersebut untuk dikembangkan oleh generasi seterusnya tanpa adanya kepemimpinan Maslow sendiri.

Masa tua Maslow menjadi terbatas ruang geraknya karena ia mengidap sakit jantung, dan kemudian ia meninggal pada usia 62 tahun karena sakit jantung.

Kontribusi Maslow pada Psikologi

Psikologi Humanistik

Di masanya psikologi penuh dengan pembahasan pada abnormal dan “sakit”, kemudian Maslow menawarkan sebuah pandangan positif. Ia ingin membangun mental yang sehat melalui pandangan positiif dengan psikologi humanisitik, ia menekankan pada kekuatan dalam diri dan mengembangkan untuk mengatasi segala hambatan mental yang diihadapi.

Perkembangan untuk menguatkan kekuatan dalam diri untuk mengatasi masalah tersebut juga dilanjutkan oleh Carl Rogers menjadi sebuah terapi client-centered (sebuah terapi yang menggali kekuatan dalam diri untuk bangkit dan mengatasi hambatan).

Psikologi humanistik sangat mengedepankan pada sisi free will seseorang. Apapun yang terjadi dan dirasakan merupakan tanggung jawab pribadi, sehingga untuk mengatasinya pun berdasarkan  kekuatan dalam diri. Teori ini tentu bertolak belakang dengan pandangan Freudian.

Walaupun kehadiran psikologi humanistik memberikan arah baru untuk psikologi kala itu, tapi tetap adanya kritik yang dilontakan untuk psikologi humanistik. Psikologi humanistik dipandang kurang menenkankan pada sisi empiris, terutama dalam menjelaskan kekuatan dalam diri seperti aktualisasi diri. Karena hal tersebut dinilai terlalu subjektif dan sulit digeneralisir sebagai bentuk empiris.

Hierarki Kebutuhan Maslow

Teori ini menjelaskan motivasi seseorang terbagi ke dalam lima tingkat kebutuhan manusia, dan seringkali tergambarkan ke dalam bentuk piramida. Kebutuhan awal harus terpenuhi baru bisa memasuki kebutuhan berikutnya. Sebagai contoh, dalam hierarki awal dijelaskan manusia membutuhkan faktor fisiologis agar terpenuhi, yakni makan, minum, tempat tinggal, tidur, baju dll. Setelah itu baru memungkinkan untuk memasuki tahap selanjutnya yakni kebutuhan keamanan (safety needs). Begitu dan seterusnya hingga memasuki tahap aktualiasi diri.

Urutan hierarki tersebut dari bawah ke atas yakni:

  • Fisiologis (physiological needs), yakni kebutuhan dasar manusia terkait makan, minum, tempat tinggal/berteduh, pakaian, tidur, dan reproduksi. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan paling mendasar yang harus dipenuhi oleh manusia, tanpa terpenuhi kebutuhan awal ini akan sangat sulit seseorang menjalankan kehidupannya.
  • Keamanan (safety needs), kebutuhan selanjutnya mengenai rasa aman dan terjaga. Baik terjaga/aman dari sisi personal, pekerjaan, sumber daya, kesehatan dan properti. Kebutuhan yang seharusnya dipenuhi setelah kebutuhan dasar seperti makan, minum dll.
  • Cinta dan kasih sayang (love and belonging needs), pada tahap ini memasuki terpenuhinya kepuasan akan hubungan interpersonal dengan orang lain, baik dari rasa cinta, kasih sayang atau rasa dimiliki. Intimasi yang terbangun dari keluarga, teman, dan masyarakat menjadi pemicu pada kebutuhan ni.
  • Penghargaan (esteem needs), kebutuhan untuk dihargai oleh orang lain, seperti halnya merasa dihargai, diakui, dan memiliki kebebasan pada individu. Status menjadi tolak ukur seseorang dalam menggapai kebutuhan ini, semakin diakui status, maka semakin terpenuhi kebutuhan pada tahap ini.
  • aktualiasi diri (self actualization). Merupakan tahap puncak dari kebutuhan Maslow. Pada tahap ini seseorang mencapai sebuah puncak potensi sebagai manusia. Meskipun penjelasan pada tahap ini akan teramat abstrak dan penuh perbedatan untuk menentukan kategori aktualisasi diri tersebut.

Dalam perkembangan akhir-akhir ini, kebutuhan Maslow pun tidak hanya sampai pada lima tingkat saja. terdapat tambahan mengenai tingkat dalam kebutuhan Maslow tersebut. Seperti kebutuhan akan kognitif (cognitive need), estetis (aesthetic needs), dan transenden (transcendence needs).

Penambahan kebutuhan Maslow tersebut menunjukan bahwa teori Maslow ini terus berkembang, sesuai dengan keinginan Maslow kala itu yang berharap agar psikologi dapat mengembangkan diri sejauh mungkin, tanpa harus terjebak oleh kerangka berpikir lama.

Demikian perkenalan singkat akan Abraham Maslow sang tokoh humanis yang berharap mampu mengubah dunia menjadi lebih adil dan berdaya. Terima kasih banyak Maslow atas kontribusi dan inspirasinya, pandangan humanis pada manusia akan sangat erat dengan psikologi.

Referensi:

Hoffman, E. (1988). The right to be human: A biography of Abraham Maslow. Los Angeles, CA: Jeremy P. Tarcher.

Kenrick, D. T., Neuberg, S. L., Griskevicius, V., Becker, D. V., & Schaller, M. (2010). Goal-driven cognition and functional behaviour: The fundamental-motives framework. Current Directions in Psychological Science, 19(1), 63-67.

Tay, L., & Diener, E. (2011). Needs and subjective well-being around the world. Journal of Personality and Social Psychology, 101(2), 354-356. doi:10.1037/a00

Jean Piaget: Kontribusinya Mengajarkan untuk Menghargai Perkembangan Anak-anak

Seorang psikolog asal Swis bernama Jean Piaget cukup fenomenal. Kehadirannya diperhitungkan dalam dunia psikologi. Temuannya atas perkembangan psikologi hingga kini masih digunakan, perannya untuk psikologi memang tidak main-main.

Alangkah baiknya agar berkenalan dengan tokoh tersebut; Jean Piaget. Dengan mengenal lebih dalam, maka harapannya akan lebih mudah untuk mendalami teori dari tokoh tersebut, karena jika sudah mengenal, kita akan merasa lebih dekat secara personal (cie ileh!).

Biografi Singkat

Jean Piaget lahir pada 9 Agustus 1986 di Neuchâtel, Swiss. Ia merupakan anak tertua dari seorang Profesor ternama Universitas Neuchâtel. Ayahnya merupakan profesor di bidang literatur abad pertengahan. Ibunya merupakan keturunan Perancis.

Saat kecil Jean Piaget sangat tertarik pada biologi, bahkan pada usia 15 tahun ia telah menerbitkan artikel tentang zoologi. Ketertarikannya pun berkembang pada filsafat, dan mengambil pendidikan di Universitas Neuchâtel. Selama kuliah Jean Piaget aktif menerbitkan artikel filosofi, dengan begitu menunjukan bahwa Jean Piaget memang aktif dalam menulils dan ketertarikan pada ilmu pengetahuan cukup tinggi.

Tidak berhenti sampai di situ, Piaget juga melanjutkan minatnya di psikoanalisis, kemudian membantu sebuah lab psikoanalisis cukup terkenal; yakni Binet’s Institute.

Di masa tersebut Piaget mengelola psikotes untuk mengukur intelegensi. Selama menjalankan Binet’s Intelligence test, Piaget menyadari bahwa anak-anak sering mengalami kesalahan dalam menjawab sebuah soal dibandingkan dengan orang dewasa. Pada saat itu Piaget mengembangkan sebuah studi tentang perkembangan kognitif (cognitive development).

Selanjutnya Piaget banyak melakukan studi mengenai perkembangan kognitif. Saking banyaknya studi yang dilakukan oleh Piaget dan rekan-rekannya, menyebabkan ia dijulukan sebagai “Piaget’s factory.

Di masa tersebut Piaget menjadi tokoh psikologis nomor dua (setelah B. F. Skinner) yang paling banyak dikutip dalam berbagai penelitian.

Temuan akan perkembangan kognitif dari anak-anak hingga dewasa menjadi sumbangsihnya pada psikologi.

Teori Kognitif Piaget

Piaget sangat menekankan pada perkembangan kognitif anak-anak. Setiap perkembangan kualitas kognitif anak-anak akan mengalami sebuah proses tergantung dari kematangan biologis dan pengalaman sekitar (environmental experience).

Dengan begitu Piaget mengajarkan kita untuk lebih memahami tumbuh kembang anak dan dunianya, serta mengerti berbagai pengalaman yang akan dihadapi anak-anak dalam memahami dunia.

Tiga teori terkemuka dari Piaget adalah, skema, proses adaptasi (equilibrium, assimilation, & accommodation), dan tahap perkembangan kognitif (sensorimotor, preoperational, concrete operational, & formal operational).

  • Skema, merupakan pola berpikir yang terbentuk berdasarkan informasi di mana didapatkan dari masa lalu dan berguna untuk masa depan. Skema digambarkan sebagai pondasi dasar dalam membentuk model kognitif yang dimiliki seseorang untuk merepresentasikan dunia. Pondasi terbentuk membangun pengetahuan pada manusia sebagai kemampuan intelegensi. Setiap skema membentuk unit pengetahuan yang erat dengan keadaan sekitar, termasuk objek (benda), aksi (kegiatan), dan abstrak (konsep, ideologi, dll).
  • Proses Adaptasi, pada tahap ini merupakan perkembangan dari skema yang sudah dimiliki sebelumnya dalam memahami dunia (assimilation). Namun, ketika skema yang dimiliki sebelumnya tidak dapat menjawab suatu keadaan/fenomena, maka skema yang dimiliki tersebut tidak dapat dipertahankan lagi (accomodation). Dengan begitu perlu melakukan pemahaman untuk menciptakan sebuah skema baru yang lebih tepat agar mampu menjawab dan menjelaskan fenomena yang sedang dihadapi (equilibration). Keadaan proses adaptasi ini akan terus terjadi sepanjang hidup, selama kita terus belajar dan memahami dunia.
  • Tahap perkembangan kognitif, pertama adalah tahap Sensorimotor (0-2 tahun), tahap ini ialah memahami objek yang ada di sekitar, di sensorimotor melakukan pembentukan skema awal mengenai pemahaman akan suatu objek. Kedua, tahap preoperasional (2-7 tahun) yang mana anak mulai memahami simbol, kemudian mengerti sebuah pemaknaan yang berawal dari bahasa. Ketiga, tahap operasional konkret yang mana kemampuan logis dari anak mulai berkembang, dan anak mulai dapat berpikir secara rasional. Terakhir, yakni tahap operasional formal (11 tahun ke atas) di mana manusia sudah mampu dan mengembangkan kemampuan abstrak konseptual, dan logis lebih mendalam.

Tiga teori tersebut yang dikembangkan oleh Piaget, dan hingga saat ini masih digunakan serta terus dikaji lebih mendalam.

Selain itu Piaget sangat menekankan pada proses belajar. Piaget sangat menyarankan untuk meberikan kegiatan yang memacu keaktifan anak, agar anak dapat menemukan dan merekonstruksikan dunianya. Piaget pun menganjurkan untuk menggunakan berbagai kegiatan kolaboratif selama anak belajar (seperti kegiatan yang melibatkan berbagai indra).

Saran terakhir dari Piaget adalah melakukan evaluasi dari setiap perkembangan anak, dan kemudian memberikan kegiatan yang tepat agar anak mampu berkembang lebih baik lagi.

Perspektif yang diberikan Piaget sangat berguna dalam memahami anak-anak, supaya kita dapat memberikan pendidikan yang lebih baik. Tentu harapannya anak-anak pun akan berkembang menjadi lebih cerdas dan tangguh dalam menghadapi dunia.

Referensi:

Piaget, J., & Cook, M. T. (1952). The origins of intelligence in children. New York, NY: International University Press.

Siegler, R. S., DeLoache, J. S., & Eisenberg, N. (2003). How children develop. New York: Worth.

Proses Regulasi Emosi: Respon Primer dan Sekunder

Photo by Mark Daynes on Unsplash

Terdapat sebuah proses perjalanan sebelum memasuki tahap regulasi emosi. Proses seseorang mencapai regulasi emosi akan menghadapi luapan emosi itu sendiri lalu mencapai keadaan yang dapat dikendalikan dengan regulasi emosi.

Proses emosi seseorang agar dapat dikendalikan tersebut yang perlu diperhatikan. Penting untuk disadari emosi yang sedang dirasakan, kemudian akan melakukan pertimbangan bagaimana emosi tersebut agar dikendalikan. Ketika semua dalam kendali, maka mencapai tahap regulasi emosi.

Regulasi emosi yang baik adalah mampu mengendalikan emosi dan tidak memicu sebuah tindakan yang berlandaskan dari perasaan yang menggebu-gebu. Seperti pada umumnya, ketika sebuah tindakan diambil dalam keadaan emosional, tentu kemungkinan besar tidak mempertimbangkan banyak hal.

Jika sudah mengambil keputusan saat tidak mempertimbangkan berbagai aspek, berpeluang mengambil keputusan yang dapat merugikan.  Sebagai contoh, ketika emosi amarah sedang terjadi dan tidak terkontrol, kemudian mengambil tindakan berlandaskan amarah tersebut, selanjutnya dapat saja terjadi tindakan agresif dari keputusan yang diambil, semisalnya meninju lawan bicara.

Oleh karenanya membutuhkan regulasi emosi agar kita mampu mengendalikan emosi. Sebelum memasuki regulasi emosi, terdapat sebuah proses emosi yang mana hal ini perlu diperhatikan lebih baik lagi.

Proses Emosi

Perbedaan antara sudah melakukan regulasi dan tidak regulasi emosi masih menjadi pembahasan yang cukup panjang. Meregulasi dan tidak meregulasi emosi adalah sebuah perjalanan emosi yang sulit dibedakan.

Sesungguhnya di mana perbedaan saat keadaan emosional berakhir dan dimulainya regulasi emosi?

Semua itu menjadi hal yang terus diperdebatkan.

Dari sekian banyak pembahasan tersebut, kemudian ditentukan yang menjadi sebuah kunci dalam membedakan antara keadaan regulasi dan tidak meregulasi emosi.

Kunci penjelasan tersebut terdapat pada “respon emosi.”

Bagaimana sebuah respon seseorang terhadap emosinya adalah penjelasan dalam membedakan keadaan seseorang ketika mencapai regulasi emosi atau tidak.

Respon emosi yang mengikuti emosi semata menunjukan bahwa belum mencapai regulasi emosi, sedangkan respon emosi yang mampu tidak terbawa keadaan emosional dalam bertindak adalah keadaan saat telah mencapai regulasi emosi.

Respon emosi seseorang akan terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah respon primer, dan kedua merupakan reaksi sekunder.

Respon Primer

Saat merasakan sesuatu yang emosional, respon utama atau yang pertama kali muncul disebut dengan respon primer. Respon tersebut muncul berdasarkan sensitivitas seseorang terhadap emosi kemudian akan memberikan tanggapan.

Tanggapan terhadap emosi yang dirasakan pertama kali biasanya adalah respon primer, dan tingkat kepekaannya tergantung pada sensitivitas seseorang terhadap emosi itu sendiri.

Jika seseorang memiliki sensitivitas yang tinggi, maka emosi akan direspon cukup tinggi atau bisa dibilang kepekaan terhadap emosi yang dirasakan sangat cepat. Berbeda dengan seseorang yang memiliki sensitivitas rendah terhadap emosi, respon yang diberikan mungkin cukup lambat.

Respon awal tersebut merupakan respon alami, dan kemungkinan besar pada saat itu sulit untuk melakukan regulasi atau mengendalikan emosi yang dirasakan.

Respon Sekunder

Setelah merasakan dampak dari emosi, serta telah muncul respon primer, selanjutnya akan muncul respon sekunder. Pada tahap ini akan terjadi regulasi emosi, dengan catatan seseorang berhasil mengenal dan mengendalikan emosinya itu sendiri.

Respon sekunder bergantung pada waktu dan durasi ketika emosi dirasakan. Bila beberapa waktu berlalu dari respon emosi pertama (respon primer) tak lama dari itu akan muncul respon kedua (respon sekunder).

Sehingga, secara tahapan yang pertama harus dilalui adalah respon primer. Di saat respon primer, sangat penting untuk seseorang sadar akan emosinya, kemudian respon sekunder sebagai langkah untuk mengendalikan emosi dapat dimunculkan.

Respon sekunder lebih berguna jika seseorang menyadari emosinya, dan memikirkan serta mempertimbangkan emosi yang dirasakan dalam memutuskan sebuah tindakan. Keputusan tersebut dapat dilakukan ketika respon primer dilewati tanpa terbawa keadaan emosional.

Seseorang harus memanfaatkan respon sekunder dengan baik, jika demikian regulasi emosi dapat terlaksana. Regulasi emosi yang baik tentu akan membantu kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari yakni ketika merespon sebuah emosi yang dirasakan.

Harapannya tentu agar kita mampu mengambil tindakan yang tidak merugikan orang lain.

Referensi:

Koole, Sander. (2009). The psychology of emotion regulation: An integrative review. Cognition & Emotion – COGNITION EMOTION. 23. 4-41. 10.1080/02699930802619031.

Mengerti Emosi yang Tampak adalah Cara Awal Melakukan Regulasi Emosi

Photo by Orkun Azap on Unsplash

Regulasi emosi, salah satu upaya dalam mengendalikan emosi yang dimiliki. Manfaatnya akan jauh berarti jika kita memang benar-benar menjadi tuan bagi emosi sendiri. Emosi yang berhasil dikendalikan dapat membuat kita berperilaku tepat dan efektif di berbagai kondisi.

Upaya regulasi emosi merupakan cara agar mampu menjalankan keseharian dengan baik. Dengan begitu tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, karena kita mampu bertindak dengan bijaksana tanpa lepas kontrol atas emosi yang menggebu-gebu.

Lebih jauh dari itu, baiknya kita mampu mengenal emosi lebih dalam lagi. Apa saja yang perlu dipahami dalam regulasi emosi, tidak lain tidak bukan adalah emosi itu sendiri. Berbagai macam emosi dan sebab akibatnya harusnya dipelajari dan dikenal lebih dalam lagi.

Emosi terdiri dari berbagai elemen, yang paling umum akan terbagi ke dalam bentuk positif dan negatif. Emosi negatif dan positif akan sering kita temui sehari-hari. Keadaan emosi yang membuat kita merasa lebih baik, seperti bahagia, semangat, optmitis dan contoh baik lainnya adalah contoh dari emosi positif.

Sedangkan emosi negatif sebaliknya ialah emosi yang membuat kita merasa keadaan yang tidak menyenangkan, amarah, pesimis, tidak percaya diri dan lainnya. Emosi negatif akan sering kita hindari dalam hidup ini, dan pada umumnya kita akan berusaha mendapatkan keadaan yang disertai emosi positif.

Emosi Tercermin dalam Perilaku

Emosi negatif dan positif akan terimplementasi ke dalam bentuk perilaku ataupun psikologis. Kedua hal itu merespon dari apa emosi yang sedang dirasakan. Perilaku kita atau gerak-gerik yang dilakukan sangat bergantung kepada emosi yang sedang dirasakan. Semua emosi dapat tercermin ke dalam bentuk gerakan, baik hal itu disadari ataupun tidak disadari.

Banyak sekali gerak-gerik atau perilaku yang kita lakukan dipengaruhi oleh emosi dengan tidak disadari. Misalnya jika kita memiliki perasaan benci terhadap seseorang, seketika itu saat melihat orang yang dibenci maka kita akan membuang muka. Lain lagi, jika menonton film drama yang mampu membuat sedih, lalu tanpa disadari mata berkaca-kaca dan mengeluarkan air mata.

Emosi tercermin pada Keadaan Psikologis

Demikian emosi akan sangat berpengaruh tergadap perilaku kita. Kemudian dampak dari emosi tentu akan mempengaruhi psikologis. Contohnya jika emosi sedang sangat positif, maka akan membuat psikologis kita menjadi lebih lega, bebas, menyenangkan dan ceria sepanjang hari.

Sebaliknya jika emosi sedang bersedih, maka perasaan murung akan menghampiri kita. Hal tersebut tentu mempengaruhi psikologis kita sebagai manusia. Dalam keadaan psikologis selain perasaan, tentu akan mempengaruhi pemikiran seseorang juga. Seperti halnya ketika sedih menjadi sering melamun, dan tidak memikirkan banyak hal.

Yang terutama dalam regulasi emosi, ialah memperhatikan segala bentuk emosi yang dapat diobervasi. Hal itu cara pertama dalam mengendalikan emosi. Oleh karena itu mengenal emosi dan segala bentuk perilaku baik secara psikologis ataupun tindakan perlu diketahui, agar kita dapat lebih baik dalam mengenal emosi dan mengendalikannya.

Dengan demikian regulasi emosi akan lebih efektif. Diharapkan pula agar perilaku kita sehari-hari atas kendali kita, yakni dengan mengendalikan emosi diri dulu sebelumnya.

Referensi:

Koole, Sander. (2009). The psychology of emotion regulation: An integrative review. Cognition & Emotion – COGNITION EMOTION. 23. 4-41. 10.1080/02699930802619031.

Mengatur Emosi, Maka Kita Mampu Mengatur Hidup ini Jadi Lebih Baik

Photo by Mateus Campos Felipe on Unsplash

Emosi atau perasaan dalam diri merupakan bagian dari hidup ini yang tidak bisa dilepaskan. Siapa di antara kita yang sebagian besar keputusan atau tindakan dipengaruhi oleh emosi? Bagaimana emosi mampu mempengaruhi jauh lebih dalam?

Jika muncul emosi yang meluap-luap dan sulit dikendalikan, yang kemudian mampu membuat kita menjadi tidak terkendali dalam bertindak. Emosi berlebihan, seperti amarah yang meledak-ledak, tentu akan membuat kita menjadi tidak terkontrol.

Sering kita melihat seseorang yang jika amarah tidak terkendali membuat ia menjadi agresif, seperti melempar berbagai barang di sekitarnya, atau menggunakan kekerasan fisik, semua itu terjadi tanpa dipikir lebih panjang. Hal itu pun terjadi karena kita tidak mampu mengendalikan emosi kita yang meluap-luap.

Jadi, seharusnya kita yang mengendalikan emosi atau emosi yang mengendalikan kita?

Sebagai manusia seutuhnya, segala tindakan yang diambil harus di bawah kendali secara sadar. Karena jika segala keputusan dan tindakan dilakukan saat keadaan sadar sulit dikendalikan, maka kemungkinan besar akan banyak mengambil tindakan yang berpotensi merugikan. Baik merugikan diri sendiri ataupun orang lain.

Oleh karenanya, mengatur emosi menjadi cukup penting, dengan begitu kita pun mampu mengendalikan diri kita menjadi lebih baik.

Emosi kerapkali dianggap sebeagai kekuatan yang begitu menarik, karena memiliki pengaruh cukup besar terhadap perilaku sehari-hari. Namun, tidak semua orang dapat mengendalikan emosi dengan cukup baik.

Emosi juga sangat berhubungan dengan kesehatan mental seseorang, semakin baik keadaan emosi maka berdampak pada kesehatan mental yang semakin baik pula. Tidak hanya berpengaruh dalam keadaan mental saja, tetapi emosi dapat mempengaruhi kesehatan secara fisik. Sebegitu pengaruhnya emosi terhadap kesehatan seseorang, baik secara mental ataupun fisik.

Jika sudah memiliki emosi yang baik, maka dalam menjalin hubungan dengan orang lain tentu akan lebih baik. Misalnya emosi yang baik terbukti meningkatkan kualitas hubungan seseorang. Dengan emosi yang stabil, tentu kita dapat menjalin hubungan lebih baik lagi, karena emosi yang berlebihan dan tidak terkendali kerap memicu reaksi negatif ketika berkomunikasi.

Tidak hanya sampai situ saja, ternyata emosi juga mampu meningkatkan kinerja seseorang menjadi lebih baik lagi. Dengan emosi yang stabil dan terkendali, peforma seseorang dalam bekerja akan lebih tinggi. Kepuasan saat bekerja akan menuju keadaan terbaiknya.

Emosi memiliki pengaruh besar pada hidup kita, baik yang memicu kebaikan atau keburukan. Semua itu tergantung bagaimana kita menghadapi emosi kita. Mengendalikan emosi, atau kita yang dikendalikan emosi menjadi perhatian khusus.

Jika segala sesuatu terbawa emosi, tentu akan banyak keputusan dan tindakan kita yang terbawa arus emosi, serta tentu saja memiliki kemungkinan untuk merugikan orang lain ataupun diri sendiri.

Walaupun sulit mengendalikan emosi, sesungguhnya ada di antara kita yang benar-benar mampu mengontrol emosi. Memegang penuhkendali dari kepala hingga tersampaikan secara langsung melalui perilaku nyata.

Mengontol dan mengendalikan emosi sering disebut juga sebagai Regulasi Emosi (Emotion Regulation). Keadaan kita mengendalikan emosi menjadi kajian menarik, regulasi emosi tentu memiliki perhatian khusus bagaimana kita mampu menjadi tuan pada emosi sendiri.

(Bersambung)

Referensi:

Koole, Sander. (2009). The psychology of emotion regulation: An integrative review. Cognition & Emotion – COGNITION EMOTION. 23. 4-41. 10.1080/02699930802619031.

Merasa Enggan Berinteraksi dengan Kelompok Tertentu? Berikut Langkah Awal Mengurangi Keengganan Tersebut

Photo by Ricardo Gomez Angel on Unsplash

Kecemasan atau rasa takut berlebihan untuk menjalin hubungan dengan kelompok lain dapat mengganggu kehidupan sosial. Bahkan lebih jauh lagi mampu memicu konflik berkepanjangan jika dibiarkan saja.

Kecemasan antarkelompok (intergroup anxiety) adalah perilaku seseorang yang enggan untuk menjalin hubungan ataupun berinteraksi dengan seseorang yang bukan dari kelompoknya. Biasanya kelompok lain yang dihindari berasal dari suatu kelompok yang spesifik. Misalnya, kelompok yang memiliki agama berbeda, ideologi berbeda, ataupun suku yang berbeda pula.

Namun, hal tersebut perlu diatasi, agar menghindari konflik berkepanjangan. Sebelum memasuki bagaimana cara mengurangi kecemasan antarkelompok (intergroup anxiety), maka perlu diketahui hal apa saja yang medasari terbentuknya kecemasan antarkelompok (intergroup anxiety).

Terdapat tiga komponen terbentuknya kecemasan antarkelompok (intergroup anxiety), yakni; afeksi, kognitif, dan fisiologis.

Pertama, efek negatif mampu mendorong kita untuk mengalami berbagai hal yang menjauhi seseorang atau kelompok tertentu. Mengatasi perasaan negatif menjadi sangat penting, karena jika mampu mengurangi perasaan negatif pada kelompok tertentu, maka seharusnya kecemasan untuk berinteraksi dengan kelompok tertentu tersebut akan berkurang.

Kedua, secara kognitif seseorang akan banyak berpikir untuk mencari alasan agar tidak menjalin hubungan dengan kelompok tertentu. Misalnya, kelompok tertentu tersebut memiliki i suku/ras berbeda dengan kita, sehingga memiliki pemikiran yang menolak kelompok tersebut.

Jika kita menganggap kelompok tersebut memiliki kemungkinan untuk menyakiti kita. Oleh karena itu perlu adanya kita mengatur pemikiran kita, terutama ekspektasi terhadap kelompok tertentu (kelompok yang membuat kita merasa enggan untuk berinteraksi). Bila secara pemikiran/kognitif telah memapu menurunkan ekspektasi dan pemikiran negatif terhadap kelompok tertentu, maka intergroup anxiety dapat diatasi.

Ketiga, berhubungan dengan fisiologis, yaitu dengan fisik seseorang yang terdapat di kelompok tertentu. Misalnya, jika kelompok yang berasal dari Indonesia Timur, yang mana memiliki rambut keriting dan kulit gelap. Ciri-ciri fisik yang mendorong seseorang secara tidak sadar menjauhi dan enggan berinteraksi lebih lanjut.

Sangat penting untuk melakukan penerimaan seseorang atau kelompok tertentu secara fisiknya. Jangan biarkan karena perbedaan fisik mampu mendorong kita untuk enggan menyapa atau berinteraksi. Penilaian terhadap fisik seringkali tidak tepat dan penuh dengan bias. Tidak selamanya ciri fisik yang menakutkan itu memang menakutkan, terkadang itu hanya penilaian sementara kita saja, dan tentu memiliki kemungkinan penilaian tersebut salah.

Demikian tiga langkah awal untuk meningkatkan interaksi dengan kelompok lain, serta menurunkan intergroup anxiety. Ketiga komponen tersebut dapat mendorong kita untuk lebih mengenal kelompok tertentu (kelompok yang membuat kita enggan berinteraksi).

Referensi:

Stephan, W. G. (2014). Intergroup Anxiety: Theory, Research, and Practice. Personality and Social Psychology Review, 18(3), 239–255. https://doi.org/10.1177/1088868314530518

Kecemasan Antarkelompok (Intergroup Anxiety) yang Mampu Membuat Kita Enggan Berinteraksi dengan Kelompok Lainnya

Photo by Steve Johnson on Unsplash

Hidup di tengah berbagai elemen masyarakat akan sangat menantang. Masyarakat yang beragam, terdiri dari berbagai suku, agama, golongan, kelas ekonomi, ras, ideologi dan masih banyak lainnya akan membuat keseharian menjadi penuh warna.

Namun, tidak selamanya keberagaman membuat kehidupan jadi berwarna ataupun menyenangkan. Seringkali juga dengan berbagainya perbedaan yang ada justru membuat tingginya potensi konflik ataupun lebih lagi memicu perpecahan.

Kerap kali pun kita mencoba menjauhi kelompok tertentu. Tentu dengan berbagai alasan yang membuat kita menjadi menghindari kelompok tertentu tersebut. Hal tersebut dapat disebut sebagai intergroup anxiety (kecemasan antarkelompok).

Kecemasan Antarkelompok (Intergroup Anxiety)

Kecemasan antarkelompok atau intergroup anxiety adalah salah satu tipe kecemasan (anxiety) yang mana seseorang menghindari atau enggan untuk melakukan interaksi dengan kelompok lain. Kecemasan antarkelompok (intergroup anxiety) ini lebih spesifik dari kecemasan sosial biasa, jika kecemasan sosial biasa hanya menghindari interaksi secara sosial pada umumnya. Sedangkan intergroup anxiety melakukan penolakan interaksi kepada kelompok tertentu.

Di satu sisi, kecemasan antarkelompok (intergroup anxiety) merupakan cara untuk bertahan hidup dalam menghadapi berbagai situasi di masyarakat. Menghindari kelompok tertentu yang berpotensi mengancam adalah cara kita untuk dapat bertahan hidup. Namun, hal ini jika terus berkelanjutan akan membuat kita untuk menghindari terus menerus atau bahkan dapat memusuhi kelompok lainnya.

Tindakan memusuhi kelompok lain tersebut yang dapat memicu konflik dan perpecahan di masyarakat. Meskipun begitu kecemasan antarkelompok (intergroup anxiety) telah dijalankan secara turun temurun dalam kehidupan ini, supaya menyelamatkan kelompok dari ancaman pihak luar.

Dalam psikologi evolusioner hal tersebut merupakan cara kita untuk bertahan hidup dan menyelamatkan diri. Salah satu tips untuk dapat terus melakukan keberlangsungan kelompok dalam hidup ini.

Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah ketika melakukan kecemasan antarkelompok (intergroup anxiety) tidak menghindari kelompok lain secara total. Hal tersebut dapat memicu kita untuk menumbuhkan prasangka (prejudice) terhadap kelompok lain.

Jika prasangka (prejudice) telah tumbuh terhadap kelompok lain, kemudian dapat memicu untuk memberikan kesan negatif terhadap kelompok tersebut. Selanjutnya tentu dapat ditebak, yakni persilihan antar kelompok dapat terjadi, karena sudah didasari oleh sikap negatif terhadap kelompok tersebut.

Berawal dari prejudice, lalu akan berkembang menjadi stigma dan bentuk diskriminatif lainnya. Bilamana sudah memasuki tahap diskriminasi maka tindakan permusuhan terhadap kelompok lain menjadi nyata. Seterusnya tentu memicu konflik, dan berbahaya karena mampu memicu agresivitas terhadap kelompok tersebut.

Walaupun, kecemasan antarkelompok (intergroup anxiety) merupakan salah satu cara untuk bertahan hidup di masyarakat, tetapi jika digunakan berlebihan dapat memicu perselisihan terhadap kelompok lainnya.

Pada akhirnya kita harus mampu mengantisipasi hal tersebut. Seperti yang diketahui bila sudah memasuki tahap permusuhan antarkelompok akan sangat sulit untuk diatasi dan tentu merugikan banyak pihak.

Referensi:

Stephan, W. G. (2014). Intergroup Anxiety: Theory, Research, and Practice. Personality and Social Psychology Review, 18(3), 239–255. https://doi.org/10.1177/1088868314530518

Sembilan Rekomendasi untuk Mencegah Groupthink, dengan Begitu Kelompok Mampu Memutuskan Keputusan Terbaiknya!

Photo by Brett Jordan on Unsplash

Dalam pengambilan keputusan kelompok tentu kita akan menginginkan hasil yang terbaik. Salah satu penyebab terciptanya keputusan yang berdampak buruk bagi kelompok adalah proses pengambilan keputusan yang diwarnai dengan adanya groupthink.

Oleh karena itu perlu untuk menyadari groupthink yang terjadi pada kelompok kita ketika sedang proses pengambilan keputusan. Setelahnya, dibutuhkan pencegahan dini agar terhindar dari keadaan groupthink. Berikut adalah sembilan rekomendasi untuk mencegah groupthink.

  1. Saling Evaluasi dan Menerima Kritik

Setiap anggota kelompok harus membuka diri terhadap evaluasi dan kritik. Membangun suasana yang mendukung terhadap penerimaan kritik dan saran menjadikan iklim berdiskusi lebih kaya lagi. Dengan begitu sudut pandang yang diterima pun menjadi jauh beragam. Hal ini seharusnya diterapkan juga terhadap fokus keputusan yang akan diambil oleh kelompok. Selain itu tugas pemimpin harus mampu mendorong anggota kelompok untuk tercipta suasana saling menerima kritik dan evaluasi satu sama lain.

  1. Pemimpin Kelompok Menciptakan Suasana Keterbaruan

Suasana keterbaruan harus terus dijaga oleh kelompok, maka dari itu pemimpin seharusnya dapat membangun suasana tersebut. Salah satu cara menciptakan keadaan tersebut adalah dengan menjauhkan segala kepentingan yang dimiliki oleh pemimpin itu sendiri. Jangan sampai pemimpin melakukan penggiringan atau pengarahan terhadap keinginan pribadinya semata. Oleh karenanya segala kepentingan pribadi harus dibatasi, dan biarkan keterbukaan terhadap peluang baru terus meningkat.

  1. Membagi Beberapa Kelompok dengan Pemimpin yang Berbeda

Membentuk kelompok menjadi lebih kecil dan dipimpin oleh pemimpin berbeda adalah cara untuk membuat diskusi menjadi jauh lebih luas dan beragam. Setiap pemimpin kelompok tersebut akan mengupayakan membangun suasana diskusi yang berbeda. Serta mengedepankan sudut pandang yang berbeda-beda dari tiap kelompok kecil tersebut.

  1. Membentuk Sub Kelompok dan Memberikan Penilaian terhadap Kelayakan Ide

Meningkatkan efektivitas diskusi kelompok, baiknya membagi kelompok ke dalam sub kelompok yang lebih kecil. Dengan begitu, peran setiap anggota kelompok untuk bersuara dan mengutarakan pendapatnya akan lebih menonjol jika dibandingkan dalam kelompok besar. Setiap sub kelompok baiknya diberikan topik diskusi yang berbeda, atau sudut pandang permasalahannya diarahkan berbeda-beda setiap sub kelompoknya. Dengan begitu diskusi tiap sub kelompok akan jauh lebih beragam, dan mengambil perspektif yang lebih luas.

  1. Setiap Anggota Kelompok Melakukan Diskusi dengan Pihak Luar

Cukup penting untuk setiap anggota membuka diri terhadap pihak luar. Menerima dan mendengarkan pendapat dari pihak luar kelompok menjadi tambahan perspektif yang sangat berharga. Dengan begitu dapat melihat sudut pandang dari luar kelompok yang sudah tentu tidak memiliki kepentingan lebih mendalam dibandingkan dalam anggota kelompok. Perbanyak diskusi dengan berbagai pihak dari luar kelompok akan membuka banyak pandangan baru.

  1. Ajak Seorang Ahli dari Luar Kelompok untuk Menilai dan Mengevaluasi Ide yang Dihasilkan

Seorang ekspert dalam bidang tertentu dapat memberikan pandangan yang lebih mendalam terhadap suatu isu. Ekspert atau ahli dalam suatu bidang menjadi perhatian khusus dalam menilai apakah keputusan yang diambil sudah tepat guna. Tentu diharapkan mendapatkan keputusan yang best practice ketika dilaksanakan di lapangan.

  1. Pastikan Terdapat (Sedikitnya) Satu “Devil’s Advocates” dalam Kelompok

Devil’s Advocates” merupakan satu pihak yang mengambil sisi berlawanan dari setiap argumen yang dikeluarkan oleh kelompok selama diskusi. Adanya sosok tersebut akan membangun suasana perdebatan yang menentang argumen kelompok, hal ini akan memaksakan kelompok untuk melakukan evaluasi terhadap penilaian ide yang dilakukan saat diskusi. “Devil’s Advocates” menjadi peran yang sangat penting, maka dari itu pastikan di dalam kelompok kita ada seseorang yang mengambil tugas tersebut.

  1. Ketika Berdebat Terlalu Sengit, Berikan Waktu Tambahan untuk Memahami Argumen Lawan

Selama terjadi perbedatan, dan bila cukup sengit. Maka, berikan waktu untuk kita menerima dan mencerna argumen lawan. Hal ini dilakukan agar kita dapat memiliki penilaian atas dasar argumen lawan tersebut. Dengan kepala dingin akan membuat kita menilai argumen lawan menjadi jauh lebih objektif. Oleh karenanya, berilah waktu sejenak untuk berhenti dan berpikir dengan tenang.

  1. Pertimbangkan untuk Melakukan Rapat/Diskusi Terakhir Kalinya Sebelum Mengumumkan Keputusan Kepada Publik

Jika di dalam kelompok telah melakukan diskusi yang sangat baik, dan menerima banyak perspektif serta evaluasi terhadap keputusan yang akan diambil. Baiknya, kelompok melakukan evaluasi terakhir atau melakukan rapat sekali lagi. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang diambil merupakan yang terbaik. Bilamana kelompok telah yakin, barulah kelompok mengumumkan hasil keputusannya ke publik. Dengan begitu pertimbangan kelompok dalam menilai dan merespon tanggan khalayak umum pun menjadi lebih siap.

Demikian lah sembilan rekomendasi untuk mencegah terjadinya grouprhink di dalam kelompok. Dengan begitu diharapkan kelompok dapat mengambil keputusan terbaik bagi kelompoknya. Perhatikan dan terapkan baik-baik rekomendasi tersebut, supaya kita terhindar dari keputusan yang merugikan.

Referensi:

Rose, J.D. (2011). Diverse Perspectives on the Groupthink Theory – A Literary Review.